Jumat, 31 Mei 2013

                                             
10 PERINTAH TUHAN VERSI MANADO
1. satu, Jang brani ngana cari tuhan laeng neeh !
    Tete' manis nda suka ngana bagitu.
2. dua, Jangan ngana beking patong, apalagi ngana pi sembah tu   patong atoh tuhan laeng!  kalau kwa nintau beking, jang bapaksa.
3. tiga, Jang asal-asal ngana cumu Tuhan pe nama sambarang!   Ta biasa ngoni pe mulu caparuni tu bibir pang ba mamake kong sambarang cumu-cumu Tete' manis pe nama.
4. ampa, Ngoni samua musti inga deng se kudus itu hari sabat! Kong ja maso gereja kasana, cuma 1 kali 1 minggu ley, pe stengah mati ngoni mo iko akang.
5. lima, Dengar-dengaran pa angko pe mama deng papa!
Jang pas Tuhan so pangge, baru ngoni mo manangis akang. Inga kesana, kalo dorang dua nda kaweng, nda mo ada kasiang ngana. (biar lei ngana anak angkat, tetap ngana musti hormat pa dorang noch)
6. anam, Jang ngana bunuh orang! Ngana kira nda stengah mati da se lahir kong se basar tu orang. Kalo dia so 17 taon, noh ngana rekeng jo, so brapa karong dia da makang, kong ngoni pi bunuh pa dia. Berarti ngana leh nimbole bunuh diri noh, ngana leh kang orang.
7. tuju, Nimbole berzinah! Jang ngana bagila deng laki-laki ato parampuang selain ngana pe laki ato bini! Kalo nintau cari jo di kamus dia pe arti.
8. lapang, Jang papancuri! Mancari kwa supaya ada doi.
9. sambilang, Nimbole babadusta, Torang samua kwa pe gampang ja badusta. so itu bertobat jo tare.
10. spuluh, Jang ba iri hati, kong suka-suka tuh orang laeng punya! jang ta biasa kwa malele gidi-gidi mo lia tuh orang punya....
Jang kong cuma baca, kong tatawa trus nda iko akang, Tete' manis pe prentah...Naraka Bro, ses .... :)

Kamis, 30 Mei 2013

DOKTER-KU SAYANG, DOKTER-KU MALANG.

Institusi pendidikan dokter dan pusat pusat pelayanan kesehatan kini sudah bermetamorfosis menjadi sebuah investasi bisnis yang sangat menggiurkan. Bagaimana tidak menggiurkan, jika seorang anak manusia yang mau memasuki fakultas kedokteran diharuskan mengeluarkan biaya minimal 200 sampai 300 juta rupiah , maka bayangkanlah berapa besar uang yang akan diraup oleh pihak fakultas yang bersangkutan jika sekali masa penerimaan ada 200 sampai 300 orang yang mendaftar.

Karena itu tidak heran, akhir akhir ini kita menyaksikan banyaknya bermunculan fakultas fakultas kedokteran, bak jamur tumbuh di musim hujan , utamanya di universitas universitas swasta, yang sebagian diantaranya dijalankan dengan sarana dan pra sarana yang se'adanya', infrastruktur yang tidak memadai,staf pengajar yang kurang kualitatif dan sistim pendidikan yang tidak kredibel. Prinsip mereka, pokoknya buka saja dulu, masalah kualitas urusan belakangan !.

Mereka umumnya tidak memiliki 'hospital teaching' sebagaimana halnya FK FK di universitas negeri yang selama ratusan tahun diyakini berfungsi sebagai kawah candra dimuka untuk menggodok dan menempa calon calon dokter dengan tradisi dan kultur khas-nya.

Anehnya, mereka tidak malu malu mematok biaya yang luar biasa besarnya untuk bisa menempuh pendidikan dokter di fakultasnya. Pemerintah diam. Parlemen juga bungkam. Kita tidak bisa membayangkan dokter kualitas seperti apa yang akan dilahirkan dari institusi pendidikan semacam ini ?.

Di satu sisi, aturan dan regulasi yang berlaku di negara ini memang sangat tidak kondusif untuk kehidupan profesi dokter. Lihatlah, betapa merananya nasib para dokter di Indonesia.

Setelah menjalani masa pendidikan dokter yang sangat lama ( rata rata 6 tahun ), mereka harus menjalani program dokter internship dengan memperoleh honor sebesar Rp. 1.2 juta per bulan, tidak perduli dimanapun dia ditempatkan di seluruh pelosok Indonesia. Itupun, katanya, pembayaran gajinya dirapel setiap tiga bulan sekali. Tanpa uang kost, tanpa uang makan dan tanpa uang transport !.

Lantas, jika ia berhasil terpilih menjadi pegawai negeri sipil, dia hanya akan memperoleh golongan 3B. Si dokter akan mendapatkan gaji pokok lebih kurang Rp.2.2 juta plus tunjangan fungsional sebesar Rp.300 ribu, sehingga total pendapatan yang ia bawa pulang ke rumah tidak lebih dari Rp.2.6 juta. Lalu, bagaimana kalau kerja di klinik klinik swasta ?. Samimawon !.

Tahukah anda bahwa uang duduk seorang dokter umum di Klinik 24 Jam misalnya, rata rata Rp. 100 ribu dalam sehari semalam. Lebih mengenaskan lagi, untuk jasa mediknya si dokter cukup diberi upah 1000 perak ( baca sekali lagi, seribu perak ! ) per pasien !. Untuk memarkir sebuah sepeda motor saja, anda harus merogoh kocek 2000 perak. Jadi, rupanya tukang parkir yang kerjanya santai dan masih bisa ketawa ketiwi itu lebih besar pendapatannya dibandingkan dokter yang kerjanya 'babak belur 'sepanjang siang dan malam serta harus 'melek' melayani pasien pasiennya !. Ironis !

Tidak sampai disini kisah kemalangan sang dokter.

Di tengah tengah masyarakat, profesi dokter dipuja puji sebagai profesi yang sangat luhur dan suci. Karena itu, seorang dokter dituntut harus bekerja secara sosial, tulus dan ikhlas serta sedapat mungkin jangan memikikirkan upah yang akan diperolehnya. Dia harus siap 24 jam sehari semalam jika pasien membutuhkannya dan pengobatan yang diberikannya haruslah bisa memuaskan pasien.

Di sisi lain, dokter juga diharapkan untuk mengabdi habis habisan, memperbanyak dosis kesabaran serta harus bersedia berkorban demi terlaksananya berbagai kegiatan dan program yang dijalankan oleh pemerintah, seperti 'Kota Sehat' dan berbagai program berbau 'politik' lainnya.

Namun, ketika dokter dirundung sial karena adanya 'dugaan kesalahan pengobatan', misalnya , para sejawat kita ini segera dihujat di berbagai media publik, dituduh melakukan malpraktek, seakan akan kesalahan yang belum terbukti kebenarannya itu merupakan dosa tercela yang tak terampuni , yang harus dipikul sendiri oleh mereka, bahkan mungkin juga oleh keluarganya.

Lantas, bila perlu jadikan mereka sebagai pesakitan dan seret mereka ke depan sidang pengadilan dengan tuntutan minimal 500 juta rupiah atau penjarakan !. Tidak ada pembelaan buat kita. Semuanya diam membisu. Sungguh, malang benar nasib dokter di Indonesia !.
(Copas dari forum PERDAMI)